Cintailah orang yang engkau cintai itu sekedarnya saja, sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang engkau benci, dan bencilah orang yang tidak engkau sukai itu sekedarnya saja sebab barangkali suatu hari dia akan menjadi orang yang kamu cintai” (HR. Turmidzi)
Hadits di atas adalah nasehat bagi kita, hendaknya kita mencintai seseorang dengan sekedarnya saja dan tidak berlebihan, karna orang yang cinta secara belebihan dia akan kehilangan akal sehatnya dan melakukan hal hal yang sangat memalukan. Penah ditanya Abu Zuhair Al madini: “Apakah cinta yang berlebihan itu?
Beliau menjawab: “Ialah kegilaan, kehinaan, dan menjadi penyakit bagi orang yang pandai. Seseorang yang sedang dimabuk cinta akan selalu tertuju kepada orang yang dicintai, sehingga pandanganya menjadi kabur dan pandanganya pun menjadi tertutup.” (Roudhotul muhibbin )
Oleh karna itu maka hendaknya kita mencintai seseorang dengan sekedarnya saja, dan tidak berlebihan. Aisyah RodhiyaAllhu anha pernah berkata kepada Abdurrohman karna beliau telah membenci orang yang dulu sangat dia cintai: “
يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها .
“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya." (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
Begitu juga dengan rasa benci, hendaknya kita membenci seseorang dengan sekedarnya saja, dan tidak berlibihan dalam membenci seseorang karna bisa jadi suatu saat nanti orang yang kita benci menjadi orang yang kita cintai. Kita membenci seseorang dan mencintainya kerna Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Rosulullah shollahu alaihi wasallam:
أَوْثَقُ عُرَى الْإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Tali iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah .” (HR. ath-Thabarani dalam al-Kabir no. 10531 dan 10537 dari sahabat Abdullah bin Mas’ud z, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani di dalam Shahih al-Jami’ no. 2537 dan ash-Shahihah no. 1728)
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ
اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْأَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّالِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga hal yang barang siapa ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya dia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya; dia mencintai seseorang dan tidak mencintainya melainkan karena Allah; dan dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dia darinya sebagaimana kebenciannya untuk dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Cinta dan benci merupakan tabiat manusia, namun cinta dan benci kita bisa bernilai ibadah ketika kita bisa menyalurkan keduanya karna Allah subhanahu wata’ala
Khandar Abu Ubaydillah Al Laitsy
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !