عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ
إِلَى رَسُوْلِ اللهِ إِنَّ لِي مَالٌ وَ إِنَّ أَبِيْ يُرِيْدُ أَنْ
يَأْخُذَ مَالِيْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَ سَلَّمَ
: أَنْتَ وَ مَالُكَ لِأَبِيْكَ
Dari sahabat Jabir bin Abdillah
semoga Allah meridhoinya, ia bercerita: "Suatu hari ada seseorang datang
kepada Rasulullah dan bertanya: Sesungguhnya aku memiliki harta, akan
tetapi bapakku ingin mengambil harta itu dariku? Rasulullah menjawab:
"Kamu dan hartamu milik bapakmu" [Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Jabir,
Thabrani dari Samurah dan Ibnu Mas’ud, Lihat Irwa’ul Ghalil 838]
Pelajaran yang diambil dari kisah tersebuit:
1. Perintah birrul walidain
Salah
satu bentuk birrul walidain adalah dengan memberikan infak (shadaqah)
kepada kedua orang tua. Karena semua harta kita ialah milik orang tua.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215 ysng artinya:
“Mereka
berkata kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, 'Harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu peruntukkan
sesungguh Allah Maha Mengetahui”
Jika seseorang sudah berkecukupan
dalam hal harta hendaklah ia menafkahkan yang pertama ialah kepada kedua
orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum
kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Imam Adz-Dzhabai dalam kitabnya Al-Kabair berkata:
"Ibumu
telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan seolah-olah
sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja
menghilangkan nyawanya. Dan dia telah menyusuimu, dan ia hilangkan rasa
kantuknya karena menjagamu. Dan dia cuci kotoranmu dengan tangan
kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia
jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikannmu semua
kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan
yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta
untuk membayar dokter yang mengobatimu dan seandainya dipilih antara
hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan
suara yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau
balas dengan akhlak yang tidak baik. Dia selalu mendoakanmu dengan
taufiq, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Tatkala ibumu
membutuhkanmu di saat ia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai
barang yang tidak berharga disisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia
lapar. Engkau puas dalam keadaan dia haus. Dan engkau mendahulukan
berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Dan engkau lupakan
semua kebaikan yang pernah dia buat. Dan rasanya berat atasmu
memeliharanya padahal adalah urusan yang mudah. Dan engkau kira ibumu
ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek. Engkau tinggalkan
padahal dia tidak punya penolong selainmu Padahal Allah telah melarangmu
berkata 'ah' dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Dan
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul
’Aalamin. Allah berfirman di dalam surat Al-Hajj ayat 10 :
"Artinya
: (Akan dikatakan kepadanya), Yang demikian itu, adalah disebabkan
perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tanganmu dahulu dan sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak pernah berbuat zhalim kepada hamba-hambaNya".
Demikianlah
dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu
terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak
bisa dihitung. Ketika Ibnu Umar menemui seseorang yang menggendong
ibunya beliau mengatakan, "Itu belum bisa membalas". Kemudian juga
beberapa riwayat disebutkan bahwa seandainya kita ingin membalas jasa
orang tua kita dengan harta atau dengan yang lain, masih juga belum bisa
membalas.
2. Anak adalah hasil dari usaha orang tua
Harta yang paling baik adalah harta dari hasil usaha kita dan harta dari anak-anak kita.
Rasulullah
bersabda: "Sesungguhnya makanan yang paling mulia adalah yang didapat
dari usahanya sendiri, dan anak adalah termasuk dari usahanya, maka
makanlah dari usaha anak-anak kalian jika kalian memerlukannya dengan
cara yang baik." (HR Abu Dawud dan tirmidzi)
3. Harta anak juga harta orang tua
Maksud
harta orang tua bukan berarti orang tua boleh mengambil dengan sesuka
hati, akan tetapi yang dimaksud itu hadits itu adalah nafkah, sehingga
anak wajib menafkahi orang tuanya jikalau memang orang tuanya
membutuhkan. Islam mewajibkan seorang anak berbuat baik kepada orang
tuanya dan hutang-hutang orang tua berada dalam tanggungan anak-anaknya.
Hal itu merupakan penghormatan Islam kepada orang tua. Seperti telah
dijelaskan, seorang anak wajib menafkahi kedua orang tuanya. Sahabat Abu
Bakar As Siddiq pernah kedatangan tamu, dia mengatakan bahwa bapaknya
akan mengambil hartanya semuanya. Lalu beliau menjawab: "Katakan kepada
bapakmu ambillah sebagian yang kamu perlukan saja." Tetapi kemudian ia
beralasan dengan sabda Rasulullah, 'Kamu dan hartamu milik bapakmu.'
Lalu beliau menjawab: "Maksudnya adalah nafkah." (HR. Baihaqi dari Qois
bin Abi hazim)
Ibnu Taimiyah berfatwa bahwa seorang anak yang
berkecukupan atau kaya, wajib menafkahi orang tuanya yang membutuhkan
dan saudara-saudaranya yang masih kecil. Jika ia tidak melaksanakan
kewajiban tersebut, dikatakan bahwa ia telah mendurhakai orang tuanya,
memutuskan hubungan kekeluargaan dan akan mendapat siksa Allah di dunia
dan akhirat.
Ibnu Taimiyah pernah ditanya, apakah seorang ayah berhak
mengatur harta putrinya yang telah menikah? Ibnu Taimiyah berpendapat
bahwa seorang ayah tidak berhak mengatur harta putrinya yang telah
menikah. Jika melakukannya, ia telah menodai keluarganya sendiri dan
dikatakan tidak memiliki hak perwalian lagi bagi putrinya. Pada
dasarnya, seorang ayah memiliki hak perwalian terhadap putrinya sehingga
dikatakan juga bahwa ia memiliki hak mengatur harta milik putrinya,
namun bukan untuk kepentingannya sendiri. Seorang ayah akan kehilangan
hak perwalian atas putrinya jika ia tidak memiliki kemampuan untuk itu,
sebab jika putrinya telah mampu mengelola hartanya sendiri, hilanglah
hak seorang ayah atas putrinya.
4. Ibu lebih berhak dari bapak
Meskipun
didalam hadits tersebut dikatakan hanya bapak, tetapi maksudnya juga
kepada ibu. Karena kedudukan ibu lebih berhak dimulyakan dari pada bapak
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah: Dari Abu Hurairah semoga Allah meridhainya ia berkata,
"Datanglah seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dan
berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama
kali ? Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab, ’Ibumu! Orang
tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab, ’Ibumu!
Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi menjawab, ’Ibumu!, Orang
tersebut bertanya kembali, ’Kemudian siapa lagi, ’Nabi menjawab, Bapakmu
"[Hadits Riwayat Bukhari (Al-Fath 10/401) No. 5971, Muslim 2548]
5. Bahaya durhaka kepada orang tua
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang
durhaka kepada orang tua, Beliau bersabda lagi, Allah melaknat orang
orang yang mencaci bapaknya. Allah melaknat orang yang mencaci ibunya.
(Diriwayatkan lbnu Hibban dalam shahihnya dari hadits Ibnu Abbas).
Beliau bersabda, Semua dosa ditunda (siksanya) oleh Allah semau-Nya
hingga hari Kiamat kecuali durhaka kepada orang tua. Sesungguhnya dosa
durhaka disegerakan (siksanya) bagi pelakunya” (Diriwayatkan Hakim dari
hadits Abu Bakar dengan sanad yang baik).
sumber:http://majalahalibar.blogspot.com
Home »
KISAH HADITS
» Kamu dan Hartamu Milik Ayahmu
Kamu dan Hartamu Milik Ayahmu
Written By Unknown on Saturday 23 August 2014 | Saturday, August 23, 2014
Labels:
KISAH HADITS
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !