Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ ، وَأُثْنِي عَلَيْهِ سُبْحَانَهُ ثَنَاءَ
الذَّاكِرِيْنَ المُخْبِتِيْنَ ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى أَفْضَالِهِ
العَظِيْمَةِ، وَأَشْكُرُهُ جَلَّ وَعَلَا عَلَى نِعَمِهِ الكَرِيْمَةِ ،
أَحْمَدُهُ جَلَّ وَعَلَا عَلَى نِعَمِهِ الكُثَارِ وَآلَائِهِ الغِزَارِ
وَعَطَائِهِ المِدْرَارِ ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْهِ هُوَ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ إِمَامَ الشَّاكِرِيْنَ وَقُدْوَةِ المُوَحِّدِيْنَ وَأَفْضَلُ مَنْ
قَامَ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِالشُّكْرِ وَالذِّكْرِ ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ
وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنِ
اتَّبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .
أَمَّا
بَعْدُ عِبَادَ اللهِ : أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ ؛ فَإِنَّ تَقْوَى
اللهِ جَلَّ وَعَلَا هِيَ سَبِيْلُ الفَلَاحِ وَالْفَوْزُ فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ ، وَأَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَجْعَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ
المُتَّقِيْنَ
.
I’lamu
rahimakumullah,
Sesungguhnya
keutamaan dan keagungan syukur adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi. Syukur
kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala atas nikmat dan anugerahnya yang terus-menerus
adalah sesuatu yang Dia perintahkan, sebagaimana dijelaskan di dalam Alquran.
Dan Allah melarang kita untuk mengkufuri nikmat-Nya.
Allah Tabaraka wa
Ta’ala memuji orang-orang yang bersyukur dan memberikan keistimewaan bagi
mereka. Dia juga menjanjikan balasan yang lebih baik, kenikmatan yang kian
bertambah, dan menjaga nikmat-nikmat yang telah Dia berikan. Banyak ayat-ayat
yang memerintahkan agar kita bersyukur. Mengapa? Karena Allah sayang kepada
kita. Dia ingin agar kita mendapatkan kebaikan yang banyak karena melakukannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114).
Firman-Nya yang
lain,
وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Bersyukurlah kalian
kepada-Ku dan janganlah kalian kufur.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Firman-Nya juga,
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ
إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“maka mintalah
rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya
kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17).
Allah Ta’ala
menggandengkan syukur dengan keimanan dan Allah juga mengabarkan tidak akan
mengadzab hamba-hamba-Nya selama mereka bersyukur dan beriman kepada-Nya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).
Ibadallah,
Sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala membagi keadaan manusia menjadi dua golongan: orang yang
bersyukur dan orang yang kufur. Dia membenci segala sesuatu terkait kekufuran
dan mencintai segala sesuatu terkait rasa syukur. Tentang keadaan manusia ini,
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya Kami
telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.” (QS. Al-Insan: 3).
Dia juga berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى
لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir
maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu…” (QS. Az-Zumar: 7).
Firman-Nya yang
lain,
وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman: 12).
Firman-Nya yang lain,
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ
رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Dan barangsiapa
yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri
dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia”. (QS. An-Naml: 40).
Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengabarkan bahwa musuh Allah, iblis, memiliki tujuan tertinggi yaitu
menjadikan manusia sebagai hamba yang tidak bersyukur. Hal itu lantaran mereka
mengetahui betapa pentingnya kedudukan syukur dalam Islam. Allah Ta’ala
berfirman,
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ
وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Kemudian saya akan
mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
(QS. Al-A’rah: 17).
Dan Allah juga
mengabarkan bahwa sedikit sekali hamba-hamba-Nya yang bersyukur:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُور
“Dan sedikit sekali
dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (berterima kasih).” (QS. Saba’: 13).
Allah Ta’ala juga
berfirman,
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
“Akan tetapi
kebanyak manusia tidak bersyukur.” (QS. Yusuf: 38).
Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa tujuan pokok diciptakan berbagai
keberagaman yang ada sebagai anugerah dari-Nya agar kita menjadi orang-orang
yang bersyukur. Dia berfirman,
﴿
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
(QS. An-Nahl: 78).
Dia juga berfirman,
وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا
فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan karena
rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada
malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari)
dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-Qashas: 73).
Firman-Nya yang
lain,
وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا
طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ
مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Dialah, Allah
yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging
yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 14).
Dan masih banyak
lagi ayat-ayat yang serupa dengan ayat-ayat di atas.
Ibadallah,
Syukur adalah jalan
hidupnya para nabi, orang-orang istimewa dari kalangan orang-orang yang dekat
dengan-Nya. Allah Ta’ala telah memuji Nuh, Rasul pertama yang Dia utus, dengan
firman-Nya,
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
“(yaitu) anak cucu
dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba
(Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra: 3).
Allah sebut “anak
cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh” karena seluruh para Nabi
adalah keturunan Nabi Nuh. Nabi Nuh adalah bapak manusia yang kedua, setelah
Nabi Adam. Karena saat terjadi banjir di zaman Nabi Nuh, tidak tersisa
keturunan manusia manapun keculi dari keturunan Nabi Nuh. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِي
“Dan Kami jadikan
anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. Ash-Shaffat: 77).
Dan Allah
memerintahkan anak keturunannya untuk meneladani bapak mereka. Karena ia adalah
seorang hamba yang bersyukur.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala juga memuji kekasih-Nya Ibrahim sebagai hamba yang bersyukur atas
nikmat-Nya:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ
يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (120) شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah
telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nahl:
120-121).
Allah menjadikannya
sebagai teladan profil dalam kebaikan, sebagai seorang hamba yang senantiasa
menaati kepada Allah, dan seorang yang hanif, yaitu mentauhidkan Allah dan
mengkufuri selain-Nya. Dan Allah tutup ayat ini dengan sifat beliau sebagai
seorang yang bersyukur. Allah menjadikan syukur sebagai puncaknya.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala juga memerintahkan Nabi Musa ‘alaihissalam untuk bersyukur atas
kenikmatan nubuwah, risalah, dan diberi kesempatan berdialog dengan Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالَاتِي
وَبِكَلَامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Allah berfirman:
“Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di
masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab
itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. Al-A’ra: 144).
Masih banyak ayat
lain yang menjelaskan bahwa syukur adalah jalan hidup para nabi
‘alaihimussalam.
Adapun syukur yang
dipraktikkan oleh penghulu anak Adam dan penutup para nabi, Muhammad bin
Abdullah ‘alaihi afdhalu ash-shalatu wa azka at-taslim, adalah sesuatu yang
luas. Ia adalah hamba Allah yang mengetahui hal ini, paling takut kepada Allah,
dan paling bersyukur kepada-Nya. Dari Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu,
ia berkata,
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى
تَوَرَّمَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ
وَمَا تَأَخَّرَ ، قَالَ : أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri shalat hingga kaki beliau pecah. Lalu dikatakan,
‘Allah telah mengampuni kesalahan Anda yang telah lalu dan yang akan datang’.
Beliau menjawab, ‘Tidakkah pantas aku menjadi hamba yang bersyukur’.”
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَتْقَاكُمْ وَأَعْلَمَكُمْ بِاللَّهِ أَنَا
“Sesungguhnya aku
adalah orang yang paling bertakwa dan paling mengenal Allah.” (HR. Bukhari).
Semoga shalawat dan
salam semoga tercurah kepada beliau.
Ibadallah,
Hakikat syukur
adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh pemberi nikmat, pengakuan berupa
ketundukan, merendahkan diri, dan mencintainya. Barangsiapa yang tidak
mengetahui kenikmatan adalah sebuah kenikmatan, maka dia tidaklah dikatakan
bersyukur. Dan orang yang mengetahui kenikmatan tapi ia tidak mengetahui sang
pemberi nikmat, ia juga tidak dikatakan sebagai orang yang bersyukur. Demikian
juga orang yang mengetahui kenikmatan, lalu ia mengetahui pula sang pemberi
nikmat, namun ia membantahnya dengan melakukan kemungkaran, maka orang ini
telah mengkufuri nikmat tersebut. Sama halnya dengan orang yang mengetahui
kenikmatan dan yang memberikan nikmat, ia mengakui keduanya, tidak
membantahnya, akan tetapi tidak mencintai sang pemberi dan patuh padanya, orang
ini juga tidak bisa dikatakan sebagai orang yang bersyukur. Orang yang
bersyukur adalah mereka yang mengenal kenikmatan dan yang memberinya, tunduk
patuh, ridha, mencintainya, dan menggunakan kenikmatan tersebut pada sesuatu
yang dicintai serta untuk menaati sang pemberi nikmat. Inilah orang yang
bersyukur.
Dengan demikian
syukur itu terdiri dari 5 prinsip: (1) Ketundukan orang yang bersyukur kepada
yang member, (2) mencintai sang pemberi, (3) mengakui nikmatnya, (4) memuji
sang pemberi atas nikmat tersebut, dan (5) tidak menggunakan kenikmatan
tersebut pada sesuatu yang dibenci oleh yang memberi. Inilah lima komponen asas
syukur. Apabila salah satu dari lima hal ini hilang, maka rusaklah bangunan
syukur tersebut.
Rasa syukur dan lima
unsurnya ini terdapat di hati dan amalan anggota badan. Hati yang tunduk dan
tenang dalam mencintainya. Lisan yang mengakuinya dengan mengucapkan pujian.
Dan anggota badan merealisasikan ketaatan kepadanya.
Ibnu Abi Dunya rahimahullah
meriwayatkan dalam kitabnya asy-Syukru bahwa ada seorang laki-laki yang berkata
kepada Abu Hazim Salamah bin Dinar, “Bagaimana bentuk syukur dari kedua mata
wahai Abu Hazim”? Salamah bin Dinar menjawab, “Apabila dengan keduanya engkau
melihat yang baik, engkau ceritakan kebaikan itu. Dan apabila dengan keduanya
engkau melihat yang jelek, maka engkau rahasiakan kejelakan tersebut.
Orang itu bertanya
lagi, “Bagaimana syukurnya kedua telinga”? Dijawab, “Jika dengan keduanya
engkau mendengarkan yang baik-baik, maka engkau terima. Jika dengan keduanya
engkau mendengar kejelekan (maksiat), maka engkau tolak”.
Ia bertanya lagi,
“Bagaimana syukurnya kedua tangan”? Salamah bin Dinar menjawab, “Jangan engkau
gunakan keduanya untuk sesuatu yang bukan menjadi tujuan ia diberikan dan
jangan engkau menolak hak Allah pada keduanya”.
Ia bertanya lagi,
“Bagaimana bersyukurnya perut”? Dijawab, “Engkau jadikan bagian bawahnya
makanan dan bagian atasnya ilmu”. Ia kembali bertanya, “Bagaimana bersyukurnya
kemaluan”? Salamah bin Dinar menjawabnya dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى
أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun: 5-7).
Adapun orang yang
bersyukur dengan lisannya namun tidak dengan seluruh anggota badannya, ia
bagaikan seorang yang memiliki kain. Ia gunakan ujung kain itu, akan tetapi ia
tidak memakainya. Kain itu tidak bermanfaat baginya di saat panas maupun
dingin, saat hujan dan bersalju.
Ibdallah,
Sesungguhnya
bersyukur kepada Allah itu wajib bagi setiap muslim dan mukmin. Dan hal ini
menjadi sebab langgengnya kenikmatan. Sebaliknya saat rasa syukur itu tidak
ada, maka kenikmatan pun akan hilang.
Syukur adalah
pengikat kenikmatan dan pemburunya tatkala ia masih belum didapat.
Mengkufurinya adalah sebab hilangnya kenikmatan itu. Orang-orang shaleh
menyebut syukur adalah penjaga karena ia menjaga kenikmatan yang sudah ada.
Mereka juga menamainya dengan pembawa karena lantaran syukur kenikmatan yang
belum datang pun akan terbawa. Kenikmatan itu apabila disyukuri, maka ia akan
tetap, dan apabila dikufuri ia akan berlari.
Semoga Allah Jalla
wa ‘Ala menganugerahkan saya dan Anda sekalian sifat syukur dan melindungi kita
dari tabiat kufur terhadap kenikmatan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi
Maha Mengabulkan permintaan.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ
وَالاِمْتِنَانِ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلدَّاعِيَ إِلَى
رِضْوِانِهِ ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Ibadallah,
Ketahuilah bahwa
syukur memiliki tiga rukun yang penting. Seseorang hamba tidak akan disebut
sebagai orang yang bersyukur kecuali dengan adanya ketiga hal ini:
Pertama: mengakui
dengan hati atas kenikmatan yang Allah berikan. Dan meyakini bahwa nikmat
tersebut adalah wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Kedua: mengucapkan
dengan lisan. Orang yang mendapatkan kenikmatan ia harus memuji Allah,
bersyukur kepada-Nya dengan lisannya, dan tidak boleh menisbatkan kenikmatan
itu kepada selain Allah, sehingga tidak termasuk seperti orang yang Allah
firmankan,
يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا
“Mereka mengetahui
nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya…” (QS. An-Nahl: 83).
Ketiga: menggunakan
kenikmatan ini sebagai alat bantu dalam menaati Allah dan menggapai ridha-Nya.
Jika kenikmatan itu digunakan dalam kemaksiatan, maka ia telah mengkufuri
nikmat Allah kepadanya. Orang yang kuat badannya, sehat, dan memiliki harta,
lalu ia gunakan untuk memaksiati Allah, ia telah mengkufuri nikmat Allah
tersebut. Orang yang melakukan demikian, maka ia layak untuk mendapatkan
hukuman.
Semoga Allah
menganugerahkan kita syukur akan kenikmatan dan menolong kita untuk
mengingat-Nya, mensyukuri-Nya, dan memperbagus ibadah kita kepada-Nya.
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ
عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ
فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
[الأحزاب:56] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)), وَقَالَ
عَلَيْهِ الصَلَاةُ وَالسَلَامُ : ((رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ
فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ)) ، وَلِهَذَا فَإِنَّ مِنَ البُخْلِ عَدَمُ الصَّلَاةِ
وَالسَلَامِ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ ذِكْرِهِ
صلى الله عليه وسلم .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ
الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي،
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ
وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ
الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ
آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا
وَاجْعَلْ وُلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا
رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ
وَتَرْضَاهُ وَأَعِنْهُ عَلَى الْبِرِّ وَالتَقْوَى ، وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ
وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ
وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ
نَبِيِّكَ محمد صلى الله عليه وسلم
.
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا
زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛ دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، أَوَّلَهُ
وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ
يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ
أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
.
Diterjemahkan dari
khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !