Hakikat Jin
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Apakah jin memiliki hakikat, pengaruh (terhadap manusia) dan apa obat untuk menghadapi pengaruh tersebut?”
Maka beliau menjawab: “Adapun hakikat kehidupan jin sebenarnya, maka Allahlah yang lebih mengetahui tentang hal itu. Hanya saja kita mengetahui bahwa jin itu memiliki jasad secara hakiki. Mereka dicipta dari api. Mereka juga makan, minum, menikah dan memiliki keturunan.” Allah Ta’ala berfirman tentang syaithan (artinya): “Apakah kalian menjadikan syaithan dan anak keturunannya sebagai penolong selain-Ku, padahal mereka adalah musuh bagi kalian.” [Al Kahfi:50].
Mereka juga diperintah untuk beribadah. Allah telah mengutus Nabi ‘alaihish Shalaatu Wassalaam kepada mereka. Mereka pun hadir dan mendengarkan Al Qur’an Al Karim, sebagaimana firman Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad):”Telah diwahyukan kepadaku bahwa serombongan jin telah mendengarkan (Al Qur’an). Mereka pun berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan. Al Qur’an yang memberi petunjuk ke jalan lurus, lalu kami beriman kepadanya dan sekali-kali kami tidak akan menyekutukan Rabb kami dengan sesuatu apapun.” [Jin:1-2].
Sebagaimana pula Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Dan (ingatlah) tatkala Kami hadapkan serombongan jin kepadamu dalam keadaan mendengarkan Al Qur’an. Tatkala mereka hadir, mereka berkata kepada yang lainnya:”Diamlah kalian!” Tatkala selesai mendengarkan Al Qur’an maka mereka kembali ke kaumnya untuk memberi peringatan. Mereka berkata: “Wahai, kaum kami! Sesungguhnya kami telah mendengarkan sebuah kitab yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Kitab yang memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus.” [Al Ahqaf: 29-30] sampai akhir ayat.
Telah shahih dari Nabi ‘alaihish Shalaatu Wassalaam bahwa beliau berkata kepada jin yang datang dan minta perbekalan kepada beliau (artinya): “Untuk kalian setiap tulang binatang yang disembelih dengan nama Allah dan akan diterima oleh kalian lebih banyak daripada dagingnya.”
Mereka –yang aku maksud jin- makan bersama manusia apabila manusia makan tanpa menyebut nama Allah ketika akan makan. Atas dasar ini membaca bismillah ketika akan makan hukumnya wajib, demikian pula wajib ketika akan minum sebagaimana perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam …” (Lalu asy-Syaikh mengatakan): …”Adapun pengaruh jin terhadap manusia maka ini memang terjadi. Mereka dapat memberi pengaruh terhadap manusia: bisa dengan merasuki tubuh manusia sehingga manusia kejang dan merasa kesakitan, bisa pula mempengaruhi manusia berupa gemetarnya tubuh dan kebuasan atau yang semisal dengan itu.”
Adapun obat untuk menghadapi pengaruh jin adalah wirid-wirid yang sesuai syariat seperti membaca ayat Kursy karena barangsiapa membaca ayat Kursy di malam hari maka Allah senantiasa menjaga dirinya dan tidak akan didekati syaithon sampai tiba pagi hari.” [Fataawa Ulama’ Baladil Haram hal. 480-481].
Hukum Orang Yang Mengingkari Kemampuan Jin Merasuki Tubuh Manusia
Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah pernah ditanya: “Di masa kita sekarang ini banyak pembicaraan manusia tentang gangguan jin terhadap manusia dan merasuknya jin ke dalam tubuh manusia. Namun diantara manusia ada yang mengingkari hal itu. Bahkan sebagian manusia ada yang mengingkari adanya jin secara mutlak. Apakah pengingkaran seperti ini dapat mempengaruhi akidah seorang muslim? Apakah ada riwayat yang menuntut beriman tentang jin? Lalu apa perbedaan antara jin dengan malaikat?”
Maka beliau menjawab: “Mengingkari adanya jin adalah kekufuran dan kemurtadan. Sebab hal itu adalah pengingkaran terhadap perkara yang mutawatir dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang keberadaan jin. Iman terhadap wujud mereka merupakan bagian dari iman terhadap perkara ghaib, karena kita tidak melihat mereka. Kita hanya bersandar kepada berita yang benar dalam menetapkan keberadaan jin.”
Allah Ta’ala berfirman tentang Iblis dan bala tentaranya (artinya): “Sesungguhnya syaithan itu melihat kalian, demikian pula bala tentaranya dari sisi yang kalian tidak melihat mereka.” [Al A’raaf: 27].
Adapun mengingkari hal merasuknya jin ke dalam tubuh manusia maka hal ini tidak mengakibatkan kekufuran. Namun ia telah keliru dan pengingkaran tersebut adalah mendustakan apa yang telah shahih dari dalil-dalil syar’i dan peristiwa nyata yang terjadi berulang-ulang. Hanya saja karena samarnya permasalahan ini maka orang yang menyelisihi permasalahan tersebut tidaklah dikafirkan. Namun tetap ia dinyatakan keliru, karena ia tidak bersandar pada dalil apapun. Ia hanya bersandar kepada akal dan kemampuan berpikir. Padahal, akal tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam perkara ghaib. Demikian pula akal tidaklah didahulukan di atas dalil-dalil syar’i, berbeda kalau (hal itu) menurut orang-orang sesat….”( Lalu beliau menyebut perbedaan antara jin dan malaikat.) [Lihat Al Muntaqa 1/166-167].
Hukum Meletakkan Mushaf Al Qur’an Disamping Bayi Untuk Menjaganya Dari Gangguan Jin
Asy-syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah sempat ditanya: “Bagaimana pendapat anda tentang seorang wanita meletakkan mushaf Al Qur’an disamping bayi dengan alasan agar terjaga dari jin, ketika wanita tadi sibuk dan meninggalkan bayinya tersebut?”
Beliau pun menjawab: “Perbuatan ini tidak boleh karena mengandung penghinaan terhadap mushaf yang mulia. (Demikian pula) karena perbuatan tadi tidaklah disyariatkan (oleh agama).” [Al Muntaqa 1/179].
Hukum Meminta Bantuan Malaikat Atau Jin Untuk Menjaga Badan (Dari Gangguan Jin)
Al Lajnah Ad-Da’imah (Komite Tetap Fatwa Saudi Arabia) pernah mendapatkan tanya : “Apakah seorang muslim boleh menulis nama-nama makhluk halus (jin atau malaikat), nama-nama Allah yang baik (Asma’ul Husna) atau selainnya dalam bentuk jimat dan jampi-jampi -yang sudah dikenal oleh kaum supranatural- dalam rangka untuk menjaga badan dari gangguan jin, syaithan dan sihir?”
Maka Al Lajnah memberikan jawaban, ‘’Meminta bantuan kepada jin atau malaikat untuk mencegah bahaya, mendapatkan manfaat atau membentengi diri dari gangguan jin adalah syirik besar yang dapat memurtadkan seseorang dari Islam. Kita berlindung kepada Allah (dari kemurtadan). Sama saja (hukumnya) apakah meminta bantuan dengan menyeru mereka, menulis nama-nama jin dan malaikat lalu menggantungkannya sebagai jimat, mencuci jimat tersebut lalu meminum air cuciannya atau semisal hal itu, selama pelakunya meyakini bahwa jimat atau air cucian tadi dapat memberikan manfaat dn mencegah kejelekan selain Allah. Adapun tulisan nama-nama Allah Ta’ala dan dijadikannya sebagai jimat, maka sebagian salaf membolehkan hal itu. Namun sebagian yang lainnya membenci hal tersebut karena keumuman larangan tentang jimat dan pertimbangan kalau jimat yang bertuliskan nama-nama Allah tadi akan mengundang munculnya penggunaan jimat lain yang mengandung kesyirikan. (Demikian pula hal itu dibenci) karena dijadikannya tulisan nama-nama Allah sebagai jimat akan bersentuhan dengan kotoran-kotoran dan najis. Yang demikian ini mengandung penghinaan terhadap nama-nama Allah. Pendapat inilah yang benar. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.” [Majallatul Buhuts Al Islamiyah no. 28 hal 57, dinukil dari Fataawa ‘Ulama’ Baladil Haram hal. 1804-1805].
Faedah
Sebagai tambahan faedah, disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa di masa kekhilafahan Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah ada seseorang yang hilang selama 4 tahun karena diculik/ ditawan jin. Lalu setelah 4 tahun ia kembali muncul dan mengabarkan peristiwa yang menimpa dirinya tersebut kepada Umar bin Al Khaththab. Riwayat selengkapnya tentang kisah tersebut dishahihkan asy-Syaikh Al Albani di dalam Al Irwa’ 1709. Atas dasar ini maka sangat mungkin bagi jin untuk mengganggu manusia dengan menculik, menawan dan menyembunyikan keberadaan manusia.
Wallahu a’lamu bish-shawaab
http://assunnahmadiun.wordpress.com/2011/12/13/fatwa-fatwa-ulama-tentang-bisikan-dan-gangguan-syaithanjin/
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Apakah jin memiliki hakikat, pengaruh (terhadap manusia) dan apa obat untuk menghadapi pengaruh tersebut?”
Maka beliau menjawab: “Adapun hakikat kehidupan jin sebenarnya, maka Allahlah yang lebih mengetahui tentang hal itu. Hanya saja kita mengetahui bahwa jin itu memiliki jasad secara hakiki. Mereka dicipta dari api. Mereka juga makan, minum, menikah dan memiliki keturunan.” Allah Ta’ala berfirman tentang syaithan (artinya): “Apakah kalian menjadikan syaithan dan anak keturunannya sebagai penolong selain-Ku, padahal mereka adalah musuh bagi kalian.” [Al Kahfi:50].
Mereka juga diperintah untuk beribadah. Allah telah mengutus Nabi ‘alaihish Shalaatu Wassalaam kepada mereka. Mereka pun hadir dan mendengarkan Al Qur’an Al Karim, sebagaimana firman Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad):”Telah diwahyukan kepadaku bahwa serombongan jin telah mendengarkan (Al Qur’an). Mereka pun berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan. Al Qur’an yang memberi petunjuk ke jalan lurus, lalu kami beriman kepadanya dan sekali-kali kami tidak akan menyekutukan Rabb kami dengan sesuatu apapun.” [Jin:1-2].
Sebagaimana pula Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Dan (ingatlah) tatkala Kami hadapkan serombongan jin kepadamu dalam keadaan mendengarkan Al Qur’an. Tatkala mereka hadir, mereka berkata kepada yang lainnya:”Diamlah kalian!” Tatkala selesai mendengarkan Al Qur’an maka mereka kembali ke kaumnya untuk memberi peringatan. Mereka berkata: “Wahai, kaum kami! Sesungguhnya kami telah mendengarkan sebuah kitab yang diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Kitab yang memberi petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus.” [Al Ahqaf: 29-30] sampai akhir ayat.
Telah shahih dari Nabi ‘alaihish Shalaatu Wassalaam bahwa beliau berkata kepada jin yang datang dan minta perbekalan kepada beliau (artinya): “Untuk kalian setiap tulang binatang yang disembelih dengan nama Allah dan akan diterima oleh kalian lebih banyak daripada dagingnya.”
Mereka –yang aku maksud jin- makan bersama manusia apabila manusia makan tanpa menyebut nama Allah ketika akan makan. Atas dasar ini membaca bismillah ketika akan makan hukumnya wajib, demikian pula wajib ketika akan minum sebagaimana perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam …” (Lalu asy-Syaikh mengatakan): …”Adapun pengaruh jin terhadap manusia maka ini memang terjadi. Mereka dapat memberi pengaruh terhadap manusia: bisa dengan merasuki tubuh manusia sehingga manusia kejang dan merasa kesakitan, bisa pula mempengaruhi manusia berupa gemetarnya tubuh dan kebuasan atau yang semisal dengan itu.”
Adapun obat untuk menghadapi pengaruh jin adalah wirid-wirid yang sesuai syariat seperti membaca ayat Kursy karena barangsiapa membaca ayat Kursy di malam hari maka Allah senantiasa menjaga dirinya dan tidak akan didekati syaithon sampai tiba pagi hari.” [Fataawa Ulama’ Baladil Haram hal. 480-481].
Hukum Orang Yang Mengingkari Kemampuan Jin Merasuki Tubuh Manusia
Asy-Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah pernah ditanya: “Di masa kita sekarang ini banyak pembicaraan manusia tentang gangguan jin terhadap manusia dan merasuknya jin ke dalam tubuh manusia. Namun diantara manusia ada yang mengingkari hal itu. Bahkan sebagian manusia ada yang mengingkari adanya jin secara mutlak. Apakah pengingkaran seperti ini dapat mempengaruhi akidah seorang muslim? Apakah ada riwayat yang menuntut beriman tentang jin? Lalu apa perbedaan antara jin dengan malaikat?”
Maka beliau menjawab: “Mengingkari adanya jin adalah kekufuran dan kemurtadan. Sebab hal itu adalah pengingkaran terhadap perkara yang mutawatir dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang keberadaan jin. Iman terhadap wujud mereka merupakan bagian dari iman terhadap perkara ghaib, karena kita tidak melihat mereka. Kita hanya bersandar kepada berita yang benar dalam menetapkan keberadaan jin.”
Allah Ta’ala berfirman tentang Iblis dan bala tentaranya (artinya): “Sesungguhnya syaithan itu melihat kalian, demikian pula bala tentaranya dari sisi yang kalian tidak melihat mereka.” [Al A’raaf: 27].
Adapun mengingkari hal merasuknya jin ke dalam tubuh manusia maka hal ini tidak mengakibatkan kekufuran. Namun ia telah keliru dan pengingkaran tersebut adalah mendustakan apa yang telah shahih dari dalil-dalil syar’i dan peristiwa nyata yang terjadi berulang-ulang. Hanya saja karena samarnya permasalahan ini maka orang yang menyelisihi permasalahan tersebut tidaklah dikafirkan. Namun tetap ia dinyatakan keliru, karena ia tidak bersandar pada dalil apapun. Ia hanya bersandar kepada akal dan kemampuan berpikir. Padahal, akal tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam perkara ghaib. Demikian pula akal tidaklah didahulukan di atas dalil-dalil syar’i, berbeda kalau (hal itu) menurut orang-orang sesat….”( Lalu beliau menyebut perbedaan antara jin dan malaikat.) [Lihat Al Muntaqa 1/166-167].
Hukum Meletakkan Mushaf Al Qur’an Disamping Bayi Untuk Menjaganya Dari Gangguan Jin
Asy-syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah sempat ditanya: “Bagaimana pendapat anda tentang seorang wanita meletakkan mushaf Al Qur’an disamping bayi dengan alasan agar terjaga dari jin, ketika wanita tadi sibuk dan meninggalkan bayinya tersebut?”
Beliau pun menjawab: “Perbuatan ini tidak boleh karena mengandung penghinaan terhadap mushaf yang mulia. (Demikian pula) karena perbuatan tadi tidaklah disyariatkan (oleh agama).” [Al Muntaqa 1/179].
Hukum Meminta Bantuan Malaikat Atau Jin Untuk Menjaga Badan (Dari Gangguan Jin)
Al Lajnah Ad-Da’imah (Komite Tetap Fatwa Saudi Arabia) pernah mendapatkan tanya : “Apakah seorang muslim boleh menulis nama-nama makhluk halus (jin atau malaikat), nama-nama Allah yang baik (Asma’ul Husna) atau selainnya dalam bentuk jimat dan jampi-jampi -yang sudah dikenal oleh kaum supranatural- dalam rangka untuk menjaga badan dari gangguan jin, syaithan dan sihir?”
Maka Al Lajnah memberikan jawaban, ‘’Meminta bantuan kepada jin atau malaikat untuk mencegah bahaya, mendapatkan manfaat atau membentengi diri dari gangguan jin adalah syirik besar yang dapat memurtadkan seseorang dari Islam. Kita berlindung kepada Allah (dari kemurtadan). Sama saja (hukumnya) apakah meminta bantuan dengan menyeru mereka, menulis nama-nama jin dan malaikat lalu menggantungkannya sebagai jimat, mencuci jimat tersebut lalu meminum air cuciannya atau semisal hal itu, selama pelakunya meyakini bahwa jimat atau air cucian tadi dapat memberikan manfaat dn mencegah kejelekan selain Allah. Adapun tulisan nama-nama Allah Ta’ala dan dijadikannya sebagai jimat, maka sebagian salaf membolehkan hal itu. Namun sebagian yang lainnya membenci hal tersebut karena keumuman larangan tentang jimat dan pertimbangan kalau jimat yang bertuliskan nama-nama Allah tadi akan mengundang munculnya penggunaan jimat lain yang mengandung kesyirikan. (Demikian pula hal itu dibenci) karena dijadikannya tulisan nama-nama Allah sebagai jimat akan bersentuhan dengan kotoran-kotoran dan najis. Yang demikian ini mengandung penghinaan terhadap nama-nama Allah. Pendapat inilah yang benar. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.” [Majallatul Buhuts Al Islamiyah no. 28 hal 57, dinukil dari Fataawa ‘Ulama’ Baladil Haram hal. 1804-1805].
Faedah
Sebagai tambahan faedah, disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa di masa kekhilafahan Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah ada seseorang yang hilang selama 4 tahun karena diculik/ ditawan jin. Lalu setelah 4 tahun ia kembali muncul dan mengabarkan peristiwa yang menimpa dirinya tersebut kepada Umar bin Al Khaththab. Riwayat selengkapnya tentang kisah tersebut dishahihkan asy-Syaikh Al Albani di dalam Al Irwa’ 1709. Atas dasar ini maka sangat mungkin bagi jin untuk mengganggu manusia dengan menculik, menawan dan menyembunyikan keberadaan manusia.
Wallahu a’lamu bish-shawaab
http://assunnahmadiun.wordpress.com/2011/12/13/fatwa-fatwa-ulama-tentang-bisikan-dan-gangguan-syaithanjin/
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !