Mandi
عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللهِ
بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى
الْمُصَلَّى
“Dari
Malik dari Nafi’, ia berkata bahwa Abdullah bin Umar dahulu mandi pada hari
Idul Fitri sebelum pergi ke mushalla (lapangan).” (Shahih, HR. Malik dalam
Al-Muwaththa` dan Al-Imam Asy-Syafi’i dari jalannya dalam Al-Umm)Dalam atsar lain dari Zadzan, seseorang bertanya kepada ‘Ali radhiallahu ‘anhu tentang mandi, maka ‘Ali berkata: “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Ia menjawab: “Tidak, mandi yang itu benar-benar mandi.” Ali radhiallahu ‘anhu berkata: “Hari Jum’at, hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Idul Fitri.” (HR. Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa`, 1-176-177))
Berpenampilan Bagus dan rapi
Dari Ibnu Umar Radhliallahu ‘anhuma ia berkata
: Umar mengambil sebuah jubah dari sutera tebal yang dijual di pasar, lalu ia
datang kepada Rasulullah dan berkata :
“Ya Rasulullah, belilah jubah ini agar engkau
dapat berdandan dengannya pada hari raya dan saat menerima utusan. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :’Ini adalah pakaiannya
orang yang tidak mendapat bahagian (di akhirat-pent)’. Maka Umar tinggal
sepanjang waktu yang Allah inginkan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengirimkan kepadanya jubah sutera. Umar menerimanya lalu mendatangi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata : ‘Ya Rasulullah, engkau
pernah mengatakan : ‘Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapat bahagian’,
dan engkau telah mengirimkan padaku jubah ini’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada Umar :’Juallah jubah ini atau engkau penuhi
kebutuhanmu dengannya”. (Hadits Riwayat Bukhari 886,948,2104,2169, 3045,
5841,5891 dan 6081. Muslim 2068, Abu Daud 1076. An-Nasaa’i 3/196 dan 198. Ahmad
2/20,39 dan 49)
Berkata Al-Allamah As-Sindi.
“Dari hadits ini diketahui bahwa berdandan
(membaguskan penampilan) pada hari raya merupakan kebiasaan yang ditetapkan di
antara mereka, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya,
maka diketahui tetapnya kebiasaan ini”. (Hasyiyah As Sindi 'alan Nasa'i 3/181).
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata.
“Ibnu Abi Dunya dan Al-Baihaqi telah
meriwayatkan dengan isnad yang shahih yang sampai kepada Ibnu Umar bahwa Ibnu
Umar biasa memakai pakaiannya yang paling bagus pada hari Idul Fithri dan Idul
Adha”.(Fathul Bari 2/439).
Beliau juga menyatakan :
“Sisi pendalilan dengan hadist ini adalah
takrir-nya (penetapan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Umar
berdasarkan asal memperbagus penampilan itu adalah untuk hari Jum’at. Yang
beliau ingkari hanyalah pemakaian perhiasan semisal itu karena ia terbuat dari
sutera”. (Fathul Bari 2/434)
Berpakaian rapih sesuai sunnah dan memakai wangi wangian bagi laki-laki
Ummu Athiyyah berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِيْ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ
وَالْحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ الْخُدُوْرِ . فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ
الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ قُلْتُ يَارَسُوْلَ
اللهِ إِحْدَانَا لَا يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ؟ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا
مِنْ جِلْبَابِهَا
“Rasulullah
shollallohu alaihi wa sallam memerintahkan kami mengeluarkan para wanita gadis,
haidh, dan pingitan. Adapun yang haidh , maka mereka menjauhi sholat, dan
menyaksikan kebaikan dan dakwah/doanya kaum muslimin.Aku berkata: ” Ya
Rasulullah, seorang di antara kami ada yang tak punya jilbab”. Beliau menjawab:
“Hendaknya saudaranya memakaikan (meminjamkan) jilbabnya kepada saudaranya”.
[Al-Bukhory dalam Ash-Shohih (971) dan Muslim dalam Ash-Shohih (890)]Memakai wangi-wangian termasuk perkara yang disunnahkan pada hari raya. Diriwayatkan dari ‘Ali ra. bahwa beliau mandi di hari Ied, demikian juga riwayat yang sama dari Ibn ‘Umar dan Salamah bin Akwa dan agar memakai pakaian yang paling bagus yang dimiliki serta memakai wewangian” (Syarhus Sunnah 4/303)
Jalan kaki ke musholla (tempat sholat) Ied
Ali bin Abi Tholib-Radhiyallahu anhu- berkata:
مِنَ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيْدِ
مَاشِيًا
“Termasuk
perbuatan sunnah, kamu keluar mendatangi sholat ied dengan berjalan kaki”. [HR.At-Tirmidzy
dalam As-Sunan (2/410); di-hasan-kan Al-Albany dalam Shohih Sunan At-Tirmidzy
(530)]Abu ‘Isa At-Tirmidzy- rahimahullah-berkata dalam Sunan At-Tirmidzy (2/410), “Hadits ini di amalkan di sisi para ahli ilmu. Mereka menganjurkan seseorang keluar menuju ied dengan berjalan kaki”.
Takbir ketika menuju musholla
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ
يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ
الصَّلاَةَ، فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْرَ
“Adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar di Hari Raya Idul Fitri lalu
beliau bertakbir sampai datang ke tempat shalat dan sampai selesai shalat.
Apabila telah selesai shalat beliau memutus takbir.” (Shahih, Mursal Az-Zuhri,
diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dengan
syawahidnya dalam Ash-Shahihah no. 171)Dalam riwayat lain, Ibnu Umar Radhiyallahu berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ فِيْ الْعِيْدَيْنِ مَعَ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِاللهِ وَالْعَبَّاسِ وَعَلِيٍ وَجَعْفَرٍ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ وَزَيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ وَأَيْمَنَ بْنِ أُمِّ أَيْمَنَ رَافِعًا صَوْتَهُ بِالتَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ
“Nabi r keluar di dua hari raya bersama Al-Fadhl bin Abbas, Abdullah, Al-Abbas, Ali, Ja’far, Al-Hasan,Al- Husain , Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Aiman bin Ummi Aiman sambil mengangkat suaranya bertahlil dan bertakbir”. [HR.Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/279) dan dihasankan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa’ (3/123)
oleh karna itu disyari’atkan di hari ied saat hendak keluar ke lapangan untuk mengumandangkan takbir dengan suara keras berdasarkan kesepakatan empat Imam madzhab. Tapi tidak dilakukan secara berjama’ah.(Lihat Majmu’ Al-Fatawa 24/220)
Asy-Syaikh Al-Albani berkata: Telah shahih mengucapkan 2 kali takbir dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu:
أَنَّهُ كَانَ يُكَبِرُ أَيَّامَ التَّشْرِيْقِ:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهٌ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Bahwa
beliau bertakbir di hari-hari tasyriq:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهٌ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
(HR.
Ibnu Abi Syaibah, 2/2/2 dan sanadnya shahih)Namun Ibnu Abi Syaibah menyebutkan juga di tempat yang lain dengan sanad yang sama dengan takbir tiga kali. Demikian pula diriwayatkan Al-Baihaqi (3/315) dan Yahya bin Sa’id dari Al-Hakam dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dengan tiga kali takbir.
Dalam salah satu riwayat Ibnu ‘Abbas disebutkan:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ وَأَجَلَّ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
(Lihat
Irwa`ul Ghalil, 3/125)Memperbanyak takbir
dianjurkan memperbanyak takbir disaat keluar dari rumah menuju shalat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Umar -Radhiallahu Anhu- bahwa Beliau mengeraskan suara takbir disaat keluar dari rumahnya hingga tiba di tanah lapang, lalu Beliau terus bertakbir hingga datangnya imam.
(HR. daruquthni, Ibnu Abi Syaibah, Al-Faryabi, Al- baihaqi. Berkata Al-Albani: sanadanya bagus. Lihat: Irwa al-ghalil: 3/122)
Sholat ‘Ied berjama’ah
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ
وَاْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ ثُمَّ
يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ
فَيَعِظُهُمْ وَيُوْصِيْهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ
بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
“Dari
Abu Sa’id Al-Khudri ia mengatakan: Bahwa Rasulullah dahulu keluar di hari Idul
Fitri dan Idhul Adha ke mushalla, yang pertama kali beliau lakukan adalah
shalat, lalu berpaling dan kemudian berdiri di hadapan manusia sedang mereka
duduk di shaf-shaf mereka. Kemudian beliau menasehati dan memberi wasiat kepada
mereka serta memberi perintah kepada mereka. Bila beliau ingin mengutus suatu
utusan maka beliau utus, atau ingin memerintahkan sesuatu maka beliau
perintahkan, lalu beliau pergi.” (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-’Idain Bab
Al-Khuruj Ilal Mushalla bi Ghairil Mimbar dan Muslim)Sholat ‘ied sebelum berkhotbah
. Hal ini Berdasarkan hadits Ibnu Umar -Radhiallahu Anhu- berkata: Adalah Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- ,Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan shalat Dua hari raya sebelum khutbah.”
(muttafaq Alaihi)
Mendengarkan Khutbah
Jamaah Ied dipersilahkan memilih duduk mendengarkan atau tidak, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ:
شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيْدَ فَلَمَّا
قَضَى الصَّلاَةَ قَالَ: إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ
لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ
Dari
‘Abdullah bin Saib ia berkata: Aku menyaksikan bersama Rasulullah Shalat Id,
maka ketika beliau selesai shalat, beliau berkata: “Kami berkhutbah,
barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan khutbah duduklah dan
barangsiapa yang ingin pergi maka silahkan.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan
An-Nasa`i. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud,
no. 1155)Pulang dengan rute yang berbeda
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ
يَوْمُ عِيْدٍ خَالَفَ الطَّرِيْقَ
Dari
Jabir, ia berkata:” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila di hari Id,
beliau mengambil jalan yang berbeda. (Shahih, HR. Al-Bukhari Kitab Al-’Idain,
Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 2/472986, karya Ibnu Rajab, 6/163 no. 986)Mengucapkan Tahni’ah “Taqobbalallohu minna wa minkum”
Ibnu Hajar mengatakan: “Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
“Semoga
Allah menerima (amal) dari kami dan dari kamu.” (Lihat pula masalah ini dalam
Ahkamul ‘Idain karya Ali Hasan hal. 61, Majmu’ Fatawa, 24/253, Fathul Bari
karya Ibnu Rajab, 6/167-168)
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar:
“Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan
dari Jubair bin Nufair, ia berkata :
“Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang
lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan
darimu)”. (Fathul Bari 2/446)
Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259)
menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah
Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian
yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka
Imam Ahmad menyatakan : “Isnad hadits Abu
Umamah jayyid (bagus)” (Lihat Al Jauharun Naqi 3/320. Berkata Suyuthi dalam
‘Al-Hawi: (1/81) : Isnadnya hasan)
Adapun ucapan selamat : (Kullu ‘aamin wa antum
bikhair) atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia, maka ini
tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman
Allah.
“Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang
rendah sebagai pengganti yang lebih baik.?”
(Disalin dari buku Ahkaamu Al Iidaini Fii Al
Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Pustaka
Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein)
_______________________
di ambil dari berbagai sumber.
Khandar, 08 Oktober 2012, Jakarta
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !