Di syari ‘atkan bagi kaum muslimin untuk bertawasul kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Allah telah memerintah kepada kita untuk mendekatkan diri kita kepadaNya dengan bertawassul sebagaimana firman Allah didalam surat al isro’:
Dalil ini telah jelas bahwa Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untun mencari wasilah (perantara). Namun wasilah (perantara) yang di maksud ayat di atas adalah wasilah yang di syari’atkan berdasarkan dalil dalil dari Al quran atau hadist, tetapi tidak semua tawasul di perbolehkan dalam syari’at, seperti tawasul dengan orang sholih yang telah meninggal ataupun tawasul dengan kuburan orang orang yang sholih, karna hal yang sepeerti ini adalah perbuatan orang orang musyrikin di zaman dahulu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
Yang artinya: Ingatlah hanya milik Allah agama yang murni. Dan orang orang yang mengambil pelindung selain Allah (orang orang musyrik berkata) kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah Alla dengnan sedekat dekatnya..... (Az zumar; 3).
Orang orang musyrikpun mereka tawasul dengan orang orang sholih, dan alasan merekan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun tawasul yang di syarit’akan ada tiga:
Tawasul seperti ini adalah telah di perintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam al qur an Allah berfirman yang artinya:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" (Ali Imran :193).
Orang orang mukmin bertawasul dengan keimanan mereka agar Allah mengampuni dosa dosa mereka. Kemudian dalil yang kedua adalah yaitu hadits tiga orang yang tejebak di dalam gua, ada sebuah batu besar yang menutupi gua tersebut dan merekapun tidak bisa keluar. Kemudian mereka bertawasul dengan amalan amalan pernah mereka lakukan sebagaimana hadits dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu'anhuma, berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. bersabda:
"Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini." Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: "Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita - jadi sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orangorang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. Iapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu, lalu berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkawinan yang sah -, lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga ber-tambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu." (Muttafaq 'alaih)
Bertawasul dengan asma’ul husna merupakan tawasu yang di syari at di dalam agama kita (islam) karna Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkanya sebagaimana fimanya:
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu…” (QS. Al A’raf:180).
Yaitu memohon (berdoa) kepada Allah dengan menyebut Nama nama Allah subhanahu wa ta’ala sebelum kita momohon kepadaNya.
Dan juga di hadits nabi sholallahu alaihi wa sallam, dalam doa beliau: “… Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…” (H.R Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Silsilah Ash Shahihah no. 199).
Di perbolehkan bagi kita untuk bertawasul kepada orang sholih yang masi hidup dengan cara kita meminta doa kepadanya, kara dahulu para sahabat juga sering meminta doa kepada Rosulullah shollallahu alaihi wasallam sebagai mana hadits berikut ini
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: "Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda "Masuk ke dalam sorga dari umatku sekelompok orang yaitu 70 ribu orang, wajah-wajah mereka bercahaya layaknya bulan purnama", berdirilah Ukasyah bin Mihshon berkata "Do’akanlah aku wahai Rasulullah agar aku termasuk di antara mereka", beliau bersabda "Ya Allah jadikanlah dia diantara mereka" (HR.Bukhari dan Muslim). Dan juga fiman Allah di dalam surat Yusuf ketika anak anak Nabi Ya’qub meminta dimohonkan ampun oleh beliau atas kesalahan mereka yang artinya; “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)“.(QS. Yusuf:97).
ياأيها الذين آمنوااتقواالله وابتغوا إليه الوسيلة
Artinya; "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah yang kepada-Nya, (Suat Al-Isra', 57) Dalil ini telah jelas bahwa Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untun mencari wasilah (perantara). Namun wasilah (perantara) yang di maksud ayat di atas adalah wasilah yang di syari’atkan berdasarkan dalil dalil dari Al quran atau hadist, tetapi tidak semua tawasul di perbolehkan dalam syari’at, seperti tawasul dengan orang sholih yang telah meninggal ataupun tawasul dengan kuburan orang orang yang sholih, karna hal yang sepeerti ini adalah perbuatan orang orang musyrikin di zaman dahulu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
Yang artinya: Ingatlah hanya milik Allah agama yang murni. Dan orang orang yang mengambil pelindung selain Allah (orang orang musyrik berkata) kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah Alla dengnan sedekat dekatnya..... (Az zumar; 3).
Orang orang musyrikpun mereka tawasul dengan orang orang sholih, dan alasan merekan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun tawasul yang di syarit’akan ada tiga:
1. Tawasul dengan amal sholih yang kita lakukan
Tawasul seperti ini adalah telah di perintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam al qur an Allah berfirman yang artinya:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" (Ali Imran :193).
Orang orang mukmin bertawasul dengan keimanan mereka agar Allah mengampuni dosa dosa mereka. Kemudian dalil yang kedua adalah yaitu hadits tiga orang yang tejebak di dalam gua, ada sebuah batu besar yang menutupi gua tersebut dan merekapun tidak bisa keluar. Kemudian mereka bertawasul dengan amalan amalan pernah mereka lakukan sebagaimana hadits dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu'anhuma, berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. bersabda:
"Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini." Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.
Yang lain berkata: "Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita - jadi sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orangorang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. Iapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu, lalu berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkawinan yang sah -, lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga ber-tambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu." (Muttafaq 'alaih)
2. Tawasul dengan Asma’ul husna (nama nama Allah)
Bertawasul dengan asma’ul husna merupakan tawasu yang di syari at di dalam agama kita (islam) karna Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkanya sebagaimana fimanya:
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu…” (QS. Al A’raf:180).
Yaitu memohon (berdoa) kepada Allah dengan menyebut Nama nama Allah subhanahu wa ta’ala sebelum kita momohon kepadaNya.
Dan juga di hadits nabi sholallahu alaihi wa sallam, dalam doa beliau: “… Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…” (H.R Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Silsilah Ash Shahihah no. 199).
3. Bertawasul kepada orang sholih yang masih hidup.
Di perbolehkan bagi kita untuk bertawasul kepada orang sholih yang masi hidup dengan cara kita meminta doa kepadanya, kara dahulu para sahabat juga sering meminta doa kepada Rosulullah shollallahu alaihi wasallam sebagai mana hadits berikut ini
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: "Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda "Masuk ke dalam sorga dari umatku sekelompok orang yaitu 70 ribu orang, wajah-wajah mereka bercahaya layaknya bulan purnama", berdirilah Ukasyah bin Mihshon berkata "Do’akanlah aku wahai Rasulullah agar aku termasuk di antara mereka", beliau bersabda "Ya Allah jadikanlah dia diantara mereka" (HR.Bukhari dan Muslim). Dan juga fiman Allah di dalam surat Yusuf ketika anak anak Nabi Ya’qub meminta dimohonkan ampun oleh beliau atas kesalahan mereka yang artinya; “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)“.(QS. Yusuf:97).
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !