June 2012 - Nidaaul-haq
Headlines News :

Abdurrohman bin muljam, korban pemikiran khowarij

Written By Unknown on Saturday 30 June 2012 | Saturday, June 30, 2012




Oleh
Muhammad 'Ashim bin Musthafa



Kebenaran pemahaman dan itikad yang baik merupakan tonggak penting dalam mengaplikasikan ajaran Islam secara benar. Dua perkara ini harus seiring-sejalan. Ketika salah satunya tidak terpenuhi, maka tabiat orang-orang Yahudi -yang tidak mempunya itikad baik di hadapan hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala -, dan penganut Nashâra -yang berjalan tanpa petunjuk ilmu- akan berkembang di tengah umat. Akibatnya timbullah kerusakan.

Contoh perihal bahaya dari pemahaman yang tidak lurus ini, dapat dilihat pada diri 'Abdur- Rahmaan bin Muljam. Sosok ini telah teracuni pemikiran Khawaarij. Yaitu satu golongan yang kali pertama keluar dari jama'atul-muslimîn. Sejarah mencatat kejahatan kaum Khawaarij ini telah melakukan pembunuhan terhadap Amîrul-Mu`minîn 'Ali bin Abi Thâlib, yang juga kemenakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

SIAPAKAH 'ABDUR-RAHMÂN BIN MULJAM?
Merupakan kekeliruan jika ada yang menganggap 'Abdur-Rahmân bin Muljam dahulu seorang yang jahat. Sebelumnya, 'Abdur-Rahmân bin Muljam ini dikenal sebagai ahli ibadah, gemar berpuasa saat siang hari dan menjalankan shalat malam. Namun, pemahamannya tentang agama kurang menguasai.

Meski demikian, ia mendapat gelar al-Muqri`. Dia mengajarkan Al-Qur`ân kepada orang lain. Tentang kemampuannya ini, Khalifah 'Umar bin al Khaththab sendiri mengakuinya. Dia pun pernah dikirim Khaliifah 'Umar ke Mesir untuk memberi pengajaran Al-Qur`ân di sana, untuk memenuhi permintaan Gubernur Mesir, 'Amr bin al-'Aash, karena mereka sedang membutuhkan seorang qâri.

Dalam surat balasannya, 'Umar menulis: "Aku telah mengirim kepadamu seorang yang shâlih, 'Abdur-Rahmân bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu. Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai tempat mengajarkan Al-Qur`ân kepada masyarakat".

Sekian lama ia menjalankan tugasnya sebagai muqri`, sampai akhirnya benih-benih pemikiran Khawârij mulai berkembang di Mesir, dan berhasil menyentuh 'âthifah (perasaan)nya, hingga kemudian memperdayainya.[1]

MERENCANAKAN PEMBUNUHAN TERHADAP 'ALI BIN ABI THÂLIB [2]
Inilah salah satu keanehan 'Abdur-Rahmân yang sudah terjangkiti pemikiran Khawârij. Tiga orang penganut paham Khawârij - 'Abdur-Rahmân bin Muljam al-Himyari, al-Burak bin 'Abdillah at-Tamîmi dan 'Amr bin Bakr at-Tamîmi - mereka berkumpul bersama, sambil mengingat-ingat tentang 'Ali Radhiyallahu 'anhu yang telah menghabisi kawan-kawan mereka di perang Nahrawân. Mereka pun berdoa memohon rahmat kebaikan bagi orang-orang yang telah menemui ajalnya itu.

Peristiwa peperangan Nahrawân sangat membekaskan luka mendalam pada hati mereka. Salah seorang dari mereka berkata: "Apa lagi yang akan kita perbuat setelah kepergian mereka? Mereka tidak takut terhadap apapun di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaiknya kita mengorbankan jiwa dan mendatangi orang-orang yang sesat itu [3]. Kita bunuh mereka, sehingga negeri ini terbebas dari mereka, dan kita pun telah melunasi balas dendam?"

Akhirnya, mereka merencanakan balas dendam dengan merancang pembunuhan terhadap tiga orang yang mereka anggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pembunuhan ini mereka anggap sebagai tangga untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka sepakat melakukan pembunuhan terhadap tiga orang itu, yaitu 'Ali bin Abi Thâlib, Mu'awiyyah dan 'Amr bin al 'Âsh Radhiyallahu 'anhum, dan mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkan rencana keji itu.

Rencana 'Abdur- Rahmân bin Muljam untuk membunuh 'Ali Radhiyallahu 'anhu kian menguat setelah didorong oleh seorang perempuan.

Dikisahkan, adalah Fithâm nama wanita itu. Kecantikannya yang masyhur di tengah kaum muslimin telah berhasil merebut hati 'Abdur-Rahmân bin Muljam. Hingga ia melupakan misi jahatnya di Kufah, yaitu membunuh Amirul-Mu`minin 'Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu 'anhu. Namun tak terduga, hasratnya memperistri wanita yang terkenal cantik itu, justru memicu niatnya yang sempat terlupakan.

Pasalnya, selain permintaan mas kawin yang berupa kekayaan duniawi, wanita ini juga memasukkan pembunuhan terhadap 'Ali Radhiyallahu 'anhu sebagai syarat, jika Ibnu Muljam ingin memperistrinya. Syarat pinangan yang aneh ini yang kemudian mengingatkan Ibnu Muljam dengan niat jahat itu, dan ia bertambah semangatnya untuk segera mewujudkan niat buruknya. Katanya,"Ya, ia adalah bagianku. Demi Allah, tidaklah aku datang ke tempat ini kecuali dengan niat untuk membunuh 'Ali". Syarat ini terpenuhi dan pernikahan pun dilaksanakan. Semenjak itu, sang wanita ini selalu membakar semangat suaminya untuk merealisasikan niatnya. Bahkan ia memberi bantuan kepada Ibnu Muljam seorang lelaki yang bernama Wardân untuk mewujudkan rencana jahat itu.

Setelah itu, Ibnu Muljam pun mengajak seseorang yang Syabiib bin Najdah al Asyja'i. Katanya,"Maukah engkau memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?"

Tetapi, begitu mendengar yang dimaksud ialah membunuh 'Ali Radhiyallahu 'anhu, maka Syabîb menampiknya. Karena ia mengetahui, 'Ali Radhiyallahu 'anhu memiliki jasa yang sangat besar bagi Islam dan kaum muslimin, dan ia memiliki kedekatan dalam hal kekerabatan dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
.
Melihat penolakan ini, Ibnu Muljam tak kalah cerdik. Dengan agresifitasnya, ia membakar emosi Syabîb dengan menyebut kematian orang-orang Khawarij di tangan 'Ali. Yang akhirnya, ia berhasil menjinakkan hati Syabîb. Padahal Khalifah 'Ali bin Thâlib -pada masa itu- ialah orang yang paling tekun beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, paling zuhud terhadap dunia, paling berilmu dan paling bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla.

Mereka bertiga kemudian bergerak melancarkan niatnya pada malam 17 Ramadhan 41 H . Hari yang sudah diputuskan oleh Ibnu Muljam, al-Burk dan 'Amr bin Bakr untuk menyudahi nyawa tiga orang sahabat Rasulullah, yaitu 'Ali, Mu'awiyyah, dan Amr bin al-'Âsh Radhiyallahu 'anhum.

Begitu waktu subuh tiba, sebagaimana biasa Amirul-Mu`minin 'Ali bin Thâlib keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat Subuh dan membangunkan manusia. Saat itulah pedang Khawarij yang beracun menciderai 'Ali Radhiyallahu 'anhu. Ketika Ibnu Muljam menyabetkan pedangnya pada bagian pelipis 'Ali Radhiyallahu 'anhu, ia berseru: "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah, bukan milikmu atau orang-orangmu (wahai 'Ali)," lantas ia membaca ayat :

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya". [al Baqarah/2:207].[4]

Mendapat serangan ini, Amirul-Mu`minin berteriak meminta tolong. Dan akhirnya Ibnu Muljam berhasil ditangkap hidup-hidup. Adapun Wardân, ia langsung terbunuh. Sedangkan Syabîb berhasil meloloskan diri.

AKHIR KEHIDUPAN 'ABDUR-RAHMAAN BIN MULJAM
Ketika Amirul-Mu`minin 'Ali bin Thâlib Radhiyallahu 'anhu dipastikan meninggal karena serangan Ibnu Muljam, maka diputuskanlah hukuman mati bagi Ibnu Muljam. Hukuman ini diawali dengan memotong kedua kaki dan tangannya dan menusuk dua matanya, kemudian dilanjutkan dengan membakar jasadnya.

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata tentang Ibnu Muljam: "Sebelumnya, ia adalah seorang ahli ibadah, taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Akan tetapi, akhir kehidupannya ditutup dengan kejelekan (su`ul khâtimah). Dia membunuh Amirul-Mu'minin 'Ali Radhiyallahu 'anhu dengan alasan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui tetesan darahnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi ampunan dan keselamatan bagi kita".[5]

Berbeda dengan anggapan kalangan Khawârij. Di tengah mereka, 'Abdur-Rahmân bin Muljam ini dielu-elukan bak pahlawan. Dia mendapatkan pujian dan sanjungan. Di antaranya keluar dari 'Imrân bin Haththân. Orang ini, sebelumnya dikenal sebagai ahli ilmu dan ahli ibadah. Namun, perkawinannya dengan seorang wanita yang memiliki pemikiran Khawârij, menjadikannya berubah secara drastis. Dia mengikuti pemahaman istrinya. Dia merangkai bait-bait sya'ir sebagai pujian yang ditujukan kepada 'Abdur-Rahmân bin Muljam:

Oh, sebuah sabetan dari orang bertakwa, tiada yang ia inginkan
selain untuk menggapai keridhaan di sisi Dzat Pemilik 'Arsyi
Suatu waktu akan kusebut namanya, dan aku meyakininya
(sebagai) insan yang penuh timbangan (kebaikannya) di sisi Allah.[6]

Pujian ini tentu merupakan perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan), sehingga dapat menyeret seseorang menjadi keliru dalam memandang kebatilan hingga terlihat sebagai kebenaran di matanya. Na'ûdzu billahi min dzâlik. Golongan lain yang juga memberi sanjungan kepada pembunuh 'Ali Radhiyallahu 'anhu, yaitu golongan Nushairiyyah. Konon katanya, karena Ibnu Muljam telah melepaskan "ruh ilâhi" dari tanah.[7]

BEBERAPA PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS
1. Pemahaman yang benar dalam mengaplikasikan Islam merupakan keharusan bagi seorang muslim. Dalam hal ini, para sahabat merupakan generasi Islam pertama, yang pastinya paling memahami Islam. Mereka mereguknya langsung dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ketika muncul pergolakan yang disulut kaum Khawaarij, tidak ada satu pun dari sahabat yang merapat ke barisan mereka. Pemahaman-pemahaman terhadap Islam yang tidak mengacu kepada para sahabat -sebagai generasi pertama umat Islam- hanya akan berakhir dengan kekelaman. Motif mereka sesat, karena beranggapan pembunuhan ini sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Alasan demikian tentu menjatuhkan citra Islam, dan menjadi ternoda karenanya. Hal ini bisa menimpa siapa pun yang berbuat tanpa dasar ilmu, tanpa pemahaman yang lurus, dan hanya mengandalkan perasaan atau hawa nafsu semata.

2. Kebodohan itu berbahaya, lantaran menyebabkan ketidakjelasan barometer syar'i bagi seseorang, sehingga membuat kelemahan dalam tashawwur (pendeskripsian) dalam memandang suatu masalah.[8]

3. Bahaya teman dekat (istri, suami) yang berpemikiran buruk atau menyimpang. Wallahu a'lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Nukilan dari Al Ghuluww, Mazhâhiruhu, Asbâbuhu, 'Ilâjuhu, Muhammad bin Nâshir al 'Uraini, Pengantar: Syaikh Shâlih al Fauzân, Tanpa Penerbit, Cetakan I, Tahun 1426 H.
[2]. Lihat al-Bidayah wan-Nihâyah, Imam Ibnu Katsîr rahimahullah, Maktabah ash-Shafâ, Cetakan I, Tahun 1423H-2003 M (7/266-268)
[3]. Maksudnya ialah 'Ali bin Abi Thâlib, Mu'awiyyah dan 'Amr bin al-'Âsh Radhiyallahu 'anhum.
[4]. Ibnu Muljam mengira dirinya masuk dalam konteks ayat yang ia baca itu, Pen.).
[5]. Mizânul-I'tidâl, Abu 'Abdillah Muhammad adz-Dzahabi, Darul-Ma'rifah, Beirut, tanpa tahun, 2/592.
[6]. Al-Farqu bainal-Firaq, 'Abdul-Qâhir al-Baghdâdi, Darul-Kutub al-'Ilmiyyah, tanpa tahun, hlm. 62-63.
[7]. Al-Mausû'atul-Muyassaratu fil Ad-yâni wal-Mazhâhibi wal-Ahzâbil-Mu'âshirah, Cetakan V, Tahun 1424 H / 2003 M, 1/392.
[8]. Asbâbu Ziyâdatil-'Imân wa Nuqshânihi, Prof Dr. 'Abdur-Razzâq al-'Abbâd, Ghirâs, Cetakan III, Tahun 2003M, hlm. 62.
http://almanhaj.or.id/content/2680/slash/0

DAKWAH SEORANG RAJA YANG DI TOLAK RAKYATNYA

Written By Unknown on Wednesday 27 June 2012 | Wednesday, June 27, 2012



Abu Sufyan mengabarkan bahwa Hiraklius menyuruh dia datang ke Syam bersama kafilah saudagar Quraisy. Waktu itu Rasulullah SAW sedang dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy. Mereka datang menghadap Hiraklius di Ilia, lalu masuk di dalam majelisnya di hadapan pembesar-pembesar Romawi. Kemudian Hiraklius memanggil orang-orang Quraisy itu beserta juru bahasanya.

Hiraklius berkata, "Siapa diantara Anda yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku sebagai Nabi itu?" Abu Sufyan menjawab, "Saya keluarga terdekatnya." Hiraklius berkata kepada juru bicaranya, "Suruh dia mendekat kepadaku, dan suruh pula para sahabatnya duduk di belakangnya." Kemudian dia berkata kepada juru bicaranya, "katakan kepada mereka aku akan bertanya kepadanya (Abu Sufyan). Jika dia berdusta, suruhlah mereka mengatakan bahwa dia berdusta." Kata Abu Sufyan: "Demi Tuhan! Jika tidaklah aku takut akan mendapat malu karena aku dikatakan pendusta, niscaya maulah aku berdusta."

Pertanyaan pertama, "Bagaimanakah garis nasabnya di kalanganmu?"
Aku jawab, "Dia turunan bangsawan di kalangan kami."
Hiraklius bertanya lagi, "Pernahkah orang lain sebelumnya mengatakan apa yang dikatakannya?"
Aku menjawab, "Tidak"
"Adakah diantara nenek moyangnya yang menjadi raja?"
"Tidak,"
"Apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang dhuafa?"
"Hanya terdiri dari orang-orang dhuafa,"
"Apakah pengkutnya semakin bertambah atau berkurang?"
"Bahkan selalu bertambah"
"Adakah diantara mereka yang murtad karena benci kepada agama yang dipeluknya?"
"Tidak"
"Pernahkah dia melanggar janji?"
"Tidak dan sekarang kami sedang dalam perjanjian damai dengan dia, kami tidak tahu apa yang diperbuatnya dengan perjanjian itu"
"Pernah kamu berperang dengannya?"
"Pernah"
"Bagaimana peperanganmu itu?"
"Kami kalah dan menang silih berganti. Dikalahkannya kami dan kami kalahkan pula dia"
"Apakah yang diperintahkannya kepada kamu sekalian?"
"Dia menyuruh kami menyembah Allah semata dan jangan mempersekutukan-Nya. Tinggalkan apa yang diajarkan nenek moyang kami! Disuruhnya kami menegakkan shalat, berlaku jujur, sopan (teguh hati) dan mempererat persaudaraan."

Heraklius berkata, "Katakan kepadanya (Abu Sufyan), saya tanyakan padamu tentang turunannya Muhammad, kamu jawab dia bangsawan yang tinggi. Begitulah Rasul-rasul yang terdahulu, diutus dari kalangan bangsa tinggi kaumnya. Aku bertanya adakah salah seorang diantara kamu yang mengumandangkan ucapan sebagaimana diucapkannya sekarang, engkau menjawab tidak. Kalau ada seorang yang pernah mengucapkan apa yang dikatakannya sekarang niscaya aku katakan kalau dia hanya meniru-niru ucapan yang diucapkan orang terdahulu itu. Aku tanyakan adakah diantara nenek moyangnya yang menjadi raja dan kamu menjawab tidak ada. Kalau ada diantara nenek moyangnya yang menjadi raja, niscaya aku katakan dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya. Aku bertanya adakah kamu menaruh curiga kepadanya bahwa ia dutsa, sebelum mengucapkan apa yang diucapkannya sekarang dan kamu menjawab tidak. Saya yakin dia tidak berbohong kepada manusia apalagi kepada Allah. Aku bertanya apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia atau orang-orang dhuafa? Engkau jawab orang dhuafa. Memang mereka jualah yang menjadi pengikut Rasul-rasul. Aku bertanya apakah pengikutnya makin bertambah atau berkurang dan kamu jawab mereka bertambah banyak. Begitulah halnya iman yang sempurna. Aku bertanya adakah diantara mereka yang murtad karena benci kepada agama yang dipeluknya, setelah mereka masuk ke dalamnya dan kamu jawab tidak. Begitulah iman apabila ia telah mendarah daging sampai ke jantung hati. Aku bertanya apakah ia ingkar janji, kamu jawab tidak. Begitu pula semua rasul yang terdahulu, mereka tidak suka melanggar janji. Aku bertanya apa yang diperintahkannya kepadamu, kamu jawab ia menyuruh menyembah Allah dan melarang mempersekutukan-Nya. Dilarangnya pula menyembah berhala, disuruhnya menegakkan shalat, berlaku jujur dan sopan (teguh hati). Jika yang kamu terangkan itu betul semuanya, niscaya dia akan berpijak di kedua telapak kakiku ini. Sesungguhnya aku tahu bahwa dia akan lahir. Tetapi aku tidak mengira bahwa dia akan lahir diantara kamu sekalian. Sekiranya aku yakin akan dapat bertemu dengannya, walaupun dengan susah payah aku akan berusaha datang untuk menemuinya. Kalau aku telah berada di dekatnya akan kucuci kedua telapak kakinya."

Kemudian Hiraklius meminta surat Rasulullah SAW yang diantarkan oleh Dihyah kepada pembesar negeri Bashra, yang kemudian diteruskan kepada Hiraklius. Lalu dibacanya surat itu, yang isinya sebagai berikut:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ . سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى ، أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الإِسْلاَمِ ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ ، يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لاَ نَعْبُدَ إِلاَّ اللَّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Hiraklius, kaisar Romawi. Kesejahteraan kiranya untuk orang-orang yang mengikuti petunjuk. Kemudian sesungguhnya saya mengajak anda memenuhi panggilan Islam. Masuklah Islam! Pasti anda selamat, dan Allah memberi pahala kepada anda dua kali lipat. Tetapi jika anda enggan niscaya anda akan memikul dosa seluruh rakyat. "Hai ahli kitab! Marilah kita bersatu dalam satu kalimat yang sama antara kita yaitu supaya kita tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, dan janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain menjadi tuhan selai Allah. Apabila engkau enggan menuruti ajakan ini, maka saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim."


Abu Sufyan berkata, "Ketika ia mengucapkan perkatannya dan membaca surat itu, ruangan menjadi heboh dan hiruk pikuk. Kami disuruh keluar. Maka aku berkata kepada kawan-kawan, 'Sungguh anak Abu Kabsyah telah membuat masalah besar, sehingga raja bangsa kulit kuning itu pun takut kepadanya.' Tapi aku yakin, Muhammad pasti menang, sehingga karenanya Allah memasukkan Islam ke dalam hatiku."

Ibnu Nathur, pembesar negeri Iliya, sahabat Hiraklius dan uskup Nasrani di Syam menceritakan, "Ketika Hiraklius datang ke Iliya, ternyata pikirannya sedang kacau. Oleh sebab itu banyak diantara pendeta yang berkata, 'Kami sangat heran melihat sikap anda.'" Selanjutnya Ibnu Nathur berkata, "Hiraklius adalah seorang ahli nujum yang selalu memperhatikan perjalanan bintang-bintang. Dia pernah menjawab pertanyaan para pendeta yang bertanya kepadanya pada suatu malam ketika Raja Khitan muncul. "Siapakah diantara umat ini yang dikhitan?" Jawab para pendeta, "Yang dikhitan hanyalah orang Yahudi. Tapi anda jangan risau dengan mereka. Perintahkan saja ke seluruh negeri dalam kerajaan anda supaya orang-orang yahudi di negeri itu dibunuh." Pada suatu ketika dihadapkan kepada Hiraklius seorang utusan raja Bani Ghassan untuk menceritakan perihal Rasulullah. Setelah selesai bercerta, Hiraklius memerintahkan agar dia diperiksa, apakah dia dikhitan atau tidak. Setelah diperiksa ternyata memang dia dikhitan lalu diberitahukannya kepada Hiraklius. Kemudian Hiraklius bertanya kepada orang itu tentang orang-orang Arab lainnya, "Apakah mereka dikhitan atau tidak?" jawabnya, "Orang-orang Arab semuanya dikhitan." Hiraklius berkata, "Inilah raja ummat, sesungguhnya dia telah lahir." Kemudian Hiraklius berkirim surat kepada seorang sahabatnya yang ilmunya setaraf dengannya. Kemudian Hiraklius menceritakan tentang kelahiran Nabi Muhammad. Sementara itu, ia meneruskan perjalanannya ke negeri Hamas. Tetapi sebelum dia sampai di Hamas balasan surat dari sahabatnya telah tiba terlebih dahulu. Sahabatnya itu menyetujui pendapat Hiraklius bahwa Muhammad telah lahir dan beliau memang seorang Nabi.

Hiraklius mengundang para pembesar Romawi supaya datang ke tempatnya di Hamas. Setelah semuanya hadir, Hiraklius memerintahkan supaya mengunci setiap pintu. Kemudian ia berkata, "Wahai bangsa Romawi, maukah kamu semua mendapat kemenangan dan kemjuan yang gilang gemilang, sedangkan kerajaan tetap utuh di tangan kita? Kalau mau akuilah Muhammad adalah seorang Nabi." Mendengar ucapan itu mereka lari bagaikan keledai liar padahal semua pintu telah terkunci. Melihat keadaan demikian Hiraklius menjadi putus harapan untuk mengajak mereka beriman. Lalu ia memerintahkan supaya mereka kembali ke tempat mereka masing-masing seraya berkata, "Sesungguhnya aku mengucapkan perkataan ini hanya sekedar menguji keteguhan hati kalian semua. Kini aku melihat keteguhan itu." Lalu mereka sujud di hadapan hiraklius dan mereka senang kepadanya. Demikianlah akhir kisah Hiraklius.(Hadit ke-7 dari ahohih Bukhori)

Pelajaran yang bisa kita ambil:
  • ·         Rosulullah di utus untuk menegakkan tauhid, mengesakan Allah dan membersihkan kotoran syirik di muka bumi. Meninggalkan ajaran nenekmoyang yang bertentangan dengan syariat dan berbau syirik.
  • ·         Tanda tanda kenabian telah diketahui oleh ahli kitab, mereka tau persis tanda tanda kenabian Nabi Muhammad sholallhu alai wasalam.
  • ·         Kemenangan bagi kaum muslimin pasti datang bagi kaum muslimin sehingga raja herakliuspun meyakini bahwa kemenangan bagi kaum muslimin akan datang.
  • ·         Kemenangan adalah janji Allah untuk kaum muslimin, dan kemuliaan hanyalah ada pada islam
  • ·         Kekuasaan tidak akan bisa mengubah keadaan rakyatnya yang masih musyrik, dan ini adalh bantahan bagi suatu golongan yang ingin merubah pemerintahan dahulu dari pada memperbaiki ummat. Walaupun penguasa sudah muslim tapi bisa kita lihat kisah di atas setelah raja Heriklius mendakwahkan pada raknyatnya untuk masuk islam tetapi yang terjadi  mereka malah lari berhamburan.

ASAS KEBANGKITAN ISLAM

Written By Unknown on Tuesday 26 June 2012 | Tuesday, June 26, 2012

Asas kebangkitan ummat adalah kembali kepada agama yang benar yang telah di ajarkan oleh Rosulullah yaitu kembali kepda Al quran dan sunnah, berpegang teguh kepda keduanya dan mengikuti jalan para sahabat dan menghindari perpecaha. Karna jalan kebenaran menuju kejayaan ummat hanyalah satu sebagaimana yang telah difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala:
وأن هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصّاكم به لعلكم تتقون
Artinya: "Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalanjalan (yang lain) karena
jalanjalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya". (AlAn'am : 153).
Dan sungguh Rasulullah shollallhu alaihi wasallam, telah
menjelaskan makna ayat ini kepada para shahabatnya. Beliau pada suatu hari
menggambarkan kepada para shahabat sebuah garis lurus di atas tanah,
disusul dengan menggambar garisgaris pendek yang banyak di sisisisi garis
lurus tadi. Kemudian beliau sholallhu alai wasalam membacakan ayat di atas ketika menudingkan jari tangannya yang mulia ke atas garis yang lurus
dan kemudian menunjuk garisgaris yang terdapat pada sisisisinya, beliau
bersabda:
"Ini adalah jalan Allah, sedangkan jalanjalan ini, pada setiap muara jalanjalan
tersebut ada syaithan yang menyeru kepadanya". (Shahih sebagaimana
terdapat di dalam "Zhilalul Jannah fi takhrij AsSunnah : 1617).
Hadits di atas dengan tegas menjelaskan bahwa jalan menuju kejayaan hanyalah satu, meskipun dewasa ini banyak kelompok kelompok yang menawarkan berbagai solusi, namun solusi siapakan yang lebih baik daripada solusi Allah dan RosulNya?.
Dihadit yang lain juga dijelaskan bahwa kehinaan ummat islam dikarnakan mereka jauh dari Al quran dan sunnah sebagaimana yang di sabdakan Rosulullah:
"Apabila kamu melakukan jual beli dengan sistem 'iinah (seseorang menjual
sesuatu kepada orang lain dengan pembayaran di belakang, tetapi sebelum si
pembeli membayarnya si penjual telah membelinya kembali dengan harga
murah red), menjadikan dirimu berada di belakang ekor sapi, ridha dengan
cocok tanam dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menjadikan kamu
dikuasai oleh kehinaan, Allah tidak akan mencabut kehinaan itu dari dirimu
sebelum kamu rujuk (kembali) kepada dien kamu". (Hadist Shahih riwayat Abu
Dawud). Dalil ini sangat tegas menyatakan bahwa kehinaan ummat ini dikarnakan mereka jauh dengan agama dan rela dengan dunia. Dan Allah akan mencabut kehinaan itu sehingga mereka kembali kepda agamanya. Oleh karna itu Imam Malik mengatakan:
"Tidaklah menjadi baik akhir umat ini, melainkan dengan apa yang telah memperbaiki dengannya generasi pertama umat ini. Maka setiap apa yang pada hari itu (zaman shahabat) tidak dikatakan sebagai agama, maka tidak pula hari ini (zaman sekarang) dikatakan sebagai agama.”

Allah akan menjajikan khilafah ketika ummat islam kembali kepda ajaran yang benar yaitu mengesakan Allah subhanahu wata’ala sebagaimana fiman Allah dalam surat an nuur:

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya:“Dan Allah telah menjanjikan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh bahwa Allah sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi (baca: mewujudkan khilafah) sebagaimana Allah telah memberikan kekuasaan kepada orang-orang sebelum kalian. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Dia ridhoi untuk mereka (Islam), dan Dia sungguh akan mengganti keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman. Mereka beribadah kepadaKu dan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apappun.” (QS. An Nur: 55).
Dalam tafsir Al Jalain dijelaskan bahwa Allah telah mewujudkan janjiNya kepada kaum muslimin (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat) dan Allah memuji mereka dengan firmanNya di akhir ayat di atas: “Mereka beribadah kepadaKu dan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu apapun.” Maka ayat ini berstatus sebagai alasan kenapa Allah memberikan kekuasaan kepada mereka (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat). Ini adalah sebuah penyataan yang kita pegang bahwa tidak akan bangkit ummat ini kecuali dengan kembali kepada agama yang murni. Karna pada dasarnya para Nabi dan Rosul di utus untuk mengesakan Allah, Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
Artinya:  “Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwa tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku. Maka sembahlah Aku!” (QS. Al Anbiya’: 25). Allah juga berfirman:
Inilah satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Agar kamu tidak menyembah selain Allah…” (QS. Hud: 1-2).
Oleh karna itu kesimpulanya adalah ketika kita kembali kepda ajaran agama yang benar maka Allah akan menghadiyah kan kepada ummat islam sebuah kemulian.
Allah berfirman yang artinya:
“Andaikan Allah menghendaki Allah akan menolong kalian dari (kejahatan) mereka (orang kafir). Namun Allah menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain..” (QS. Muhammad: 4).
Maka wajib kita awali dengan meluruskan aqidah dan mendidik generasi dengan aqidah yang benar. Generasi yang akan diuji kemudian mereka mampu bersabar atas ujian, sebagaimana bersabarnya generasi yang pertama.” (Dikutip dari kitab: Minhaj Al Firqoh An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu).
________________________
khandar Allaitsy

UNTUKMU CALON ISTRIKU

Written By Unknown on Monday 25 June 2012 | Monday, June 25, 2012

Wahai calon istriku,,,

Akan kita jalani sebuah kehidupan yang baru,
dan kita akan menyempurnakan agama dengan pernikahan kita,
Akan kita jalani sebuah kehidupan yang berliku,
dan penuh dengan cobaan yang akan kita hadapi berdua kelak,
takkan ada sebuah rumah tangga yang tidak ada masalah,
karna keindahan dan ketenangan hidup hanyalah di syurga,
dunia adalah tempat ujian bagi kita,
disini tempat kita suka dan duka bersama,
kita menikah semata hanya karna Allah,
cintailah aku karna Allah,
begitu juga aku mencitaimu karna Allah,
wahai calon istriku,,,,,
suatu saat nanti matamu pasti akan melihat kekuranganku,
engkau akan melihat betapa buruknya kepribadianku,
suatu saat nanti telinngamu pasti akan mendengar keburukanku,
engkau akan mendengar kata yang menyakiti hatimu,
Dan suatu saat nanti hatimu pasti akan tersakiti oleh sikapku,
itulah aku!
Aku bukan manusia yang sempurna, aku bukanlah malaikat yang tak pernah salah, aku bukan seseorang yang suci dari kesalahan, Aku bukan seorang Nabi yang selalu turun wahyu kepadaku,
Aku hanyalah manusia yang penuh dosa,
Manusia yang selalu di penuhi dengan kesalahan dan kekeliruan,
Sungguh buruk kepribadianku, seperti itulah diriku
maka dari itu aku butuh kamu,
tegurlah aku bila aku salah,
nasehati aku bila aku keliru,
ingatkan aku bila aku lupa,
luruskan aku bila aku menyimpang,
isi kekuranganku dengan kelebihanmu.
Agar kita bisa saling melengkapi,
menjalani kehidupan dengan perjuangan meraih syurga,
karna itulah tujuan kita menjalin hubungan ini,
dan semoga Allah mengumpulkan kita kembali di syurgaNya
disanalah tempat kesenangan yang hakiki.
____________________________________
 Khandar Allaitsy

Nasehat Ust, Aris munandar

Written By Unknown on Sunday 24 June 2012 | Sunday, June 24, 2012


Nasehat beliau sungguh mengena skali..masuk ke dalam lubuk hati, Semoga Allah merahmati beliau,
....
selepas maghrib tadi, beliau menyampaikan dan mejelaskan sebuah Hadits yang mulia ;
''Sesungguhnya Allah memberikan Dunia, kepada siapa yg dia Cintai dan siapa yg Dia benci,, Akan tetapi.! Allah tidak memberika AdDin (kepahaman dalam agama ini) kecuali kepa siapa Dia
Cintai.. (HR.Ahmad)

Faedah;
*Bahwa banyak sedikitnya harta, bukan pertanda seorang itu dicintai dan dibenci oleh Allah, bahkan pandangan seperti ini adalah pandangan orang orang Jahiliyah dahulu
*Sebuah kabar gembira, bagi siapa yang Allah berikan kepadNya semangat untuk memahami Agama yang mulia ini, dan sebuah berita yg menakutkan bagi siapa yg masih rakus akan harta, yg orientasinya hanyalah memperbanyak harta
*disebutkan pula dlm hadits shahih bahwa Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah ,senilai selembar sayap nyamuk, maka Allah tidak akan membiarkan orang orang Kafir meneguk air walau hanya satu tegukan...Subhanallah ,Anda tau ..Siapa diantara kita yg mau membeli nyamuk dengan harga 5 rupiah...?! Sesungguhnya saya sebagaimana jawaban Anda bahwa ''tidak akan ada mau membelinya..Apalagi selembar sayap nyamuk...!? betapa hinanya dunia ini..Karena Sesungguhnya Allah tdk membutuhkan dunia ini, maka engkau lihat orang orang kafir itu hartanya melimpah,..!!

(beliau adlh Ust Aris Munandar)

KETIKA CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN

Written By Unknown on Saturday 23 June 2012 | Saturday, June 23, 2012



عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَان عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى ، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - لِعَبَّاسٍ « يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا » . فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لَوْ رَاجَعْتِهِ » . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِى قَالَ « إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ » . قَالَتْ لاَ حَاجَةَ لِى فِيهِ .

Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas sesungguhnya suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Aku ingat bagaimana Mughits mengikuti Barirah kemana dia pergi sambil menangis (karena mengharapkan cinta Barirah, pent). Air matanya mengalir membasahi jenggotnya. Nabi bersabda kepada pamanya, Abbas, “Wahai Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah namun betapa besar pula kebencian Barirah kepada Mughits”.
Nabi bersabda kepada Barirah, “Andai engkau mau kembali kepada Mughits?!”
Barirah mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkanku?”
Nabi bersabda, “Aku hanya ingin menjadi perantara”.
Barirah mengatakan, “Aku sudah tidak lagi membutuhkannya” [HR Bukhari no 5283].

فَأَعْتَقْتُهَا ، فَدَعَاهَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَخَيَّرَهَا مِنْ زَوْجِهَا فَقَالَتْ لَوْ أَعْطَانِى كَذَا وَكَذَا مَا ثَبَتُّ عِنْدَهُ . فَاخْتَارَتْ نَفْسَهَا

“Setelah membeli seorang budak bernama Barirah, Aisyah memerdekannya. Setelah merdeka, Nabi memanggil Barirah lalu memberikan hak pilih kepada Barirah antara tetap menjadi isteri Mughits atau berpisah dari suaminya yang masih berstatus budak.
Barirah mengatakan, “Walau Mughits memberiku sekian banyak harta aku tidak mau menjadi isterinya”. Barirah memilih untuk tidak lagi bersama suaminya [HR Bukhari no 2536 dari Aisyah].

Hadits di atas mengisahkan dua orang budak yang dahulunya adalah suami istri Mughits dan Bariroh, namun setelah ‘Aisyah rodhiyAllahu anha memerdekakan bariroh merekapun bercerai. Tetapi mughits masih mencintai bariroh mantan istrinya, sehingga sang Mughitspun terus mengeja ngejar bariroh kemanapun Bariroh pergi sambil menangis. Kemudian Rosulullahpun memberikan saran kepada Bariroh untuk kembali kepada Mughits tetapi Bariroh menolak karna pebedaan setatus mereka berdua.
Pelajaran yang bisa kita ambil:
·         Perbedaan setatus antara seorang budak dengan orang merdeka, dan seorang budak di kenakan beban setengah dari seorang yang merdeka.
·         Alasan bercerai karna perbedaan status budak dan orang merdeka adalah alasan yang syar’i, karna Rosulullahpun tidak melarangnya.
·         Di sunnahkan menjadi perantara antara dua orang suami istri yang sedang ada masalah dalam rumah tangganya sebagaimana Rosulullah shollallahu alaihi wa salam ingin menjadi perantara bagi mereka berdua agar rujuk kembali.
·         Cinta yang terlalu berlebihan adalah sesuatu yang memalukan, sebagaimana yang telah di lakukan oleh Mughits, dia berjalan mangikuti Bariroh dengan menangis.
·         Di syari atkan bagi laki laki untuk memelihara jenggotnya, sebagaimana yang dilakukan para sahabat sahabat Rosulullah.
·         Seorang laki laki akan terlihat gagah dan ganteng ketika dia memanjangkan jenggotnya.
·         Cinta tidak selamanya harus memiliki, terkadang seorang suami istripun bisa saja suatu ketika mereka berpisah.
·         Cinta kadang kala bertepuk sebelah tangan, seseorang memncitai lawan jenisnya namun yang dia cintai tidak mencintai orang tersebut.

Sponsor

Popular Posts

free counters

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Nidaaul-haq - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger